14 October 2020

KEWAJIBAN MEMBUAT REKAM MEDIS

Kesadaran hukum dikalangan masyarakat dewasa ini telah meningkat, hal ini mengakibatkan timbulnya tuntutan pasien terhadap pelayanan kesehatan yang lebih baik, bahkan sering  terjadi  adanya pengaduan kepada pihak berwajib. Pembangunan dan pengembangan budaya hukum ditujukan demi terciptanya ketentraman, ketertiban, dan tegaknya hukum yang berintikan kejujuran, kebenaran dan keadilan untuk mewujudkan kepastian hukum. Sumber utama dari kegiatan administrasi kesehatan rumah sakit dimulai dari berkas catatan medis, oleh karenanya catatan inilah yang dipakai sabagai  permulaan dasar pembuktian di pengadilan dan merupakan alat pembelaan yang syah jika terjadi berbagai masalah gugatan.

Rekam Medis adalah catatan kronologis yang tidak disangsikan kebenarannya tentang pertolongan, perawatan, pengobatan seorang pasien selama mendapatkan pelayanan di rumah sakit. Pengadilan dapat diyakinkan bahwa rekam medis tidak dapat disangkal kebenarannya dan dapat dipercaya. Oleh karena itu keseluruhan atau sebagian dari informasinya dapat dijadikan bukti yang memenuhi persyaratan.

Aspek hukum rekam medis tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran, seperti dalam pasal 51 bahwa "Dokter atau Dokter Gigi dalam melaksanakan praktek kedokteran mampunyai kawajiban dalam memberikan pelayanan sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien, menjaga rahasia kedokteran dan memberikan pelayanan selalu mengacu pada etika kedokteran yang berlaku". Ketentuan pidana yang tertuang dalam pasal 79 UU N0. 29 Tahun 2004 ini adalah berkaitan dengan pasal 46, ayat (1) yaitu yang dengan sengaja tidak membuat rekam medis dan pasal 51, seperti yang telah dijelaskan diatas, maka sangsi pidana atas pelanggaran pasal-pasal tersebut adalah dikenakan kurungan pidana paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling sedikit, Rp 50.000.000;

No comments:

Post a Comment