Kesadaran hukum dikalangan masyarakat dewasa ini telah meningkat, hal ini mengakibatkan timbulnya tuntutan pasien terhadap pelayanan kesehatan yang lebih baik, bahkan sering terjadi adanya pengaduan kepada pihak berwajib. Pembangunan dan pengembangan budaya hukum ditujukan demi terciptanya ketentraman, ketertiban, dan tegaknya hukum yang berintikan kejujuran, kebenaran dan keadilan untuk mewujudkan kepastian hukum. Sumber utama dari kegiatan administrasi kesehatan rumah sakit dimulai dari berkas catatan medis, oleh karenanya catatan inilah yang dipakai sabagai permulaan dasar pembuktian di pengadilan dan merupakan alat pembelaan yang syah jika terjadi berbagai masalah gugatan.
Rekam Medis adalah catatan
kronologis yang tidak disangsikan kebenarannya tentang pertolongan, perawatan,
pengobatan seorang pasien selama mendapatkan pelayanan di rumah sakit. Pengadilan
dapat diyakinkan bahwa rekam medis tidak dapat disangkal kebenarannya dan dapat
dipercaya. Oleh karena itu keseluruhan atau sebagian dari informasinya dapat
dijadikan bukti yang memenuhi persyaratan.
Aspek hukum rekam medis tertuang
dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 29 tahun 2004 tentang Praktek
Kedokteran, seperti dalam pasal 51 bahwa "Dokter atau Dokter Gigi dalam
melaksanakan praktek kedokteran mampunyai kawajiban dalam memberikan pelayanan
sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan
medis pasien, menjaga rahasia kedokteran dan memberikan pelayanan selalu
mengacu pada etika kedokteran yang berlaku". Ketentuan pidana yang tertuang
dalam pasal 79 UU N0. 29 Tahun 2004 ini adalah berkaitan dengan pasal 46, ayat
(1) yaitu yang dengan sengaja tidak membuat rekam medis dan pasal 51, seperti
yang telah dijelaskan diatas, maka sangsi pidana atas pelanggaran pasal-pasal
tersebut adalah dikenakan kurungan pidana paling lama 1 (satu) tahun atau denda
paling sedikit, Rp 50.000.000;